PERTANIAN

Kemitraan Pertanian Indonesia dan Kanada Menguat Lewat CEPA dan Inovasi Teknologi

Kemitraan Pertanian Indonesia dan Kanada Menguat Lewat CEPA dan Inovasi Teknologi
Kemitraan Pertanian Indonesia dan Kanada Menguat Lewat CEPA dan Inovasi Teknologi

JAKARTA - Kerja sama Indonesia dan Kanada di sektor pertanian tengah bergerak menuju dinamika yang lebih strategis, ditandai semakin terarahnya kolaborasi kedua negara dalam pengembangan rantai nilai agrifood. 

Transformasi ini mengemuka seiring berjalannya Indonesia-Canada Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), yang membuka ruang lebih besar bagi integrasi teknologi, investasi, hingga pemberdayaan petani kecil. 

Momentum penguatan hubungan ini terlihat dalam panel diskusi bertajuk “Insights to Actions Canada-Indonesia Partnerships in Agrifood” yang digelar dalam rangkaian acara Momentum Jakarta, menghadirkan pemimpin sektor pertanian, perwakilan perdagangan, dan pejabat dari kedua negara.

Diskusi tersebut bukan hanya menyoroti potensi kerja sama, tetapi juga menekankan urgensi mengubah peluang menjadi langkah nyata yang memberi manfaat langsung bagi rantai pasok agrifood Indonesia. 

Hal ini ditegaskan oleh Director of Government Affairs & Corporate Communications PepsiCo Indonesia, Gabrielle Angriani Johny, yang melihat relasi kedua negara berada pada tahap penting menuju kolaborasi yang lebih aplikatif. Menurutnya, peluang besar yang tersedia harus diterjemahkan menjadi aksi konkret yang memperkuat sektor agrifood di kedua belah pihak.

"Kita membutuhkan partnership yang kuat. Indonesia dan Kanada sudah memasuki era baru, tetapi peluang hanya berarti jika menjadi aksi nyata,” ujar dia.

Pandangan serupa datang dari Executive Director PISAgro, Insan Syafaat, yang menilai CEPA bukan sekadar perjanjian perdagangan, namun merupakan mekanisme pembangunan kapasitas, terutama bagi petani kecil. Ia menekankan potensi integrasi antara teknologi pertanian Kanada yang maju dengan kebutuhan modernisasi pertanian Indonesia.

"Kanada memiliki teknologi penyimpanan, pengolahan, dan praktik agriculture sustainability yang maju. Di sisi lain, Indonesia punya pasar besar dan kebutuhan modernisasi pertanian. Dua kekuatan ini saling melengkapi,” kata Insan.

Ia menambahkan, CEPA membuka peluang bagi small holders untuk meningkatkan kapasitas, akses teknologi, hingga kepastian pasar. “Untuk petani kecil, ini soal kemampuan. CEPA membuka akses agar mereka bisa naik kelas,” jelasnya.

Tantangan Produktivitas dan Peran Kebijakan

Produktivitas pertanian Indonesia masih menghadapi berbagai hambatan struktural. Vice Chairwoman for Agriculture KADIN Indonesia, Devi Rachmawati, menyoroti perlunya pendekatan lebih komprehensif untuk mendorong akselerasi sektor agrifood. 

Salah satu isu kritis adalah menurunnya kualitas lahan akibat penggunaan pupuk yang sama selama puluhan tahun.

"Kita butuh kebijakan yang tepat dan dukungan teknologi. Indonesia sudah berkolaborasi dengan Rusia, Jepang, dan negara lain dalam pengembangan pupuk dan pertanian organik. Kanada bisa masuk ke ruang ini melalui transfer teknologi dan investasi,” ujarnya.

Devi menilai CEPA menyediakan celah investasi yang luas pada sektor agrikultur, termasuk pengembangan fertilizer, pengolahan pangan, hingga modernisasi supply chain. 

Ia menekankan potensi Kanada sebagai pemasok potash, komponen penting dalam industri pupuk Indonesia. “Kanada punya potensi besar untuk memasok potash, yang sangat dibutuhkan Indonesia,” katanya.

Kebutuhan Branding, Kemasan, dan Logistik Berstandar Global

Sementara itu, John Gruetzner dari Grow Indo Pacific menilai bahwa peningkatan daya saing Indonesia tidak hanya ditentukan oleh volume produksi, tetapi juga oleh kualitas penguatan industrinya. Ia menyebut tiga prioritas yang harus diperkuat:

Branding produk
"Kita butuh brand yang kuat untuk membangun kepercayaan pasar global," ujarnya.

Pengurangan plastik dan inovasi kemasan demi memenuhi standar internasional.

Logistik kelas dunia, karena “Tidak ada industri agrifood yang bisa berhasil tanpa rantai logistik yang modern dan efisien.”

John juga menilai Indonesia perlu melihat pangan bukan hanya komoditas, tetapi instrumen peningkatan kesehatan masyarakat. Ia mencontohkan bahwa Kanada memiliki kapasitas besar dalam produksi kacang-kacangan dan lentils, yang kaya gizi.

Saskatchewan, “Jantung Agrikultur Dunia”

Salah satu sesi yang menarik perhatian datang dari Greg Eidsness, perwakilan Pemerintah Saskatchewan. Ia mengenalkan wilayah tersebut sebagai pusat produksi agrikultur global dengan kapasitas ekspor yang sangat besar. 

Saskatchewan wilayah seluas dua kali Jepang namun berpenduduk hanya 1,3 juta orang mengekspor 80% hasil produksinya, dengan Indonesia sebagai pasar nomor satu di Asia Tenggara.

Saskatchewan memasok kentang, gandum, hingga kedelai ke Indonesia, dan bagi Greg kerja sama ini bukan sekadar hubungan dagang.
"Kami melihat hubungan ini bukan sekadar ekspor, tapi kolaborasi dua arah. Kami ingin membangun hubungan ekonomi yang saling menguntungkan, bukan satu arah," ujarnya.
Ia juga menegaskan peluang Kanada untuk berkontribusi pada program gizi Indonesia, termasuk yang menyasar siswa sekolah.

Tantangan Finansial dan Akses Rantai Pasok

Devi kembali menekankan bahwa permasalahan petani kecil tidak hanya berkutat pada teknologi, tetapi juga akses finansial serta rantai pasok yang lebih adil dan efisien. Banyak petani masih menggunakan metode tradisional, kekurangan fasilitas pascapanen, hingga menghadapi biaya produksi tinggi.

"Pemerintah menetapkan target swasembada, dan investasi agrikultur menjadi sangat menarik. Return bisa 50-70% dalam empat bulan, terutama untuk komoditas seperti beras," ujarnya.

Karena itu, sinergi bisnis Indonesia–Kanada dapat memperkuat rantai pasok dari tingkat farm hingga ekspor.

Peran Regulasi sebagai Fasilitator

Insan Syafaat menegaskan pentingnya regulasi yang mendukung ekosistem kolaborasi.

"PISAgro, peran kami adalah memfasilitasi menghubungkan petani dengan perusahaan, memberikan akses seed berkualitas, fertilizer, hingga menghubungkan ke offtaker. Regulasi harus menciptakan ekosistem yang memungkinkan semua ini berjalan," katanya.

Pada akhirnya, kolaborasi agrifood Indonesia–Kanada memiliki potensi besar untuk menjawab kebutuhan modernisasi pertanian nasional. 

Dengan landasan aksi nyata, teknologi yang tepat, dan kolaborasi lintas pemangku kepentingan, CEPA berpeluang menjadi lompatan signifikan menuju sektor agrifood Indonesia yang lebih modern, berkelanjutan, dan mampu meningkatkan kesejahteraan petani.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index