JAKARTA - Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Indonesia terus berupaya memperkuat sistem pertahanan nasional melalui modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista).
Fokus utama diarahkan pada penguatan pertahanan udara yang menjadi salah satu pilar vital dalam menjaga kedaulatan negara.
Melalui Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Indonesia telah mengambil langkah besar dengan menghadirkan sejumlah pesawat tempur dan pesawat angkut strategis berteknologi tinggi untuk memperkuat kekuatan TNI Angkatan Udara (TNI AU).
Di antara daftar alutsista yang segera bergabung dengan armada TNI AU adalah jet tempur Dassault Rafale dari Prancis, pesawat tempur Chengdu J-10C asal China yang tengah dijajaki, dan pesawat angkut berat Airbus A400M buatan Eropa.
Ketiganya memiliki peran penting dan saling melengkapi dalam mendukung kesiapan tempur, misi logistik, serta operasi kemanusiaan.
Rafale, Jet Tempur Generasi Baru dari Prancis
Langkah paling nyata dari modernisasi ini adalah kontrak pengadaan 42 unit pesawat tempur Rafale buatan Dassault Aviation. Kesepakatan pembelian tersebut ditandatangani oleh Kemenhan dan akan direalisasikan secara bertahap mulai tahun 2026.
Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI M. Tonny Harjono memastikan bahwa tiga unit pertama Rafale akan dikirim dari Prancis dan tiba di Indonesia pada sekitar Februari–Maret 2026. Saat ini, sejumlah pilot dan teknisi TNI AU sedang menjalani pelatihan intensif di Prancis sebagai bagian dari persiapan operasional.
“Jadi, kita sedang bersiap untuk menerima kedatangan pesawat Rafale, pesawat buatan Prancis. Rencananya antara Februari atau Maret, kita akan menerima batch pertama tiga pesawat dulu,” ujar Tonny.
Tahap pengiriman Rafale akan dilakukan dalam tiga fase: enam unit pertama efektif sejak September 2022, diikuti 18 unit tambahan pada Agustus 2023, dan 18 unit terakhir pada Januari 2024.
Rafale dikenal memiliki desain aerodinamis yang unggul serta teknologi avionik mutakhir. Kokpitnya dilengkapi sistem hands-on throttle and stick (HOTAS), yang memungkinkan pilot mengendalikan berbagai fungsi tanpa melepas tangan dari kendali utama.
Pesawat ini memiliki panjang 15,3 meter, rentang sayap 10,9 meter, dan tinggi 5,3 meter, dengan kecepatan maksimum 1,8 Mach atau sekitar 750 knot.
Dalam hal daya jangkau, Rafale mampu menempuh hingga 3.700 kilometer dengan radius tempur 1.850 kilometer.
Jet ini dapat membawa beragam persenjataan canggih seperti rudal MICA, Sidewinder, ASRAAM, AMRAAM, hingga rudal anti-kapal Exocet dan rudal jelajah SCALP dengan jangkauan lebih dari 300 kilometer. Untuk misi strategis, Rafale juga memiliki kemampuan membawa rudal nuklir MBDA.
Kemampuan serba guna inilah yang menjadikan Rafale sebagai salah satu pesawat tempur paling tangguh di kawasan Asia Tenggara ketika resmi beroperasi di langit Indonesia.
Chengdu J-10C, Opsi Strategis dari China
Selain dari Prancis, Indonesia juga membuka peluang kerja sama pertahanan dengan China melalui opsi pembelian Chengdu J-10C. Jet tempur ini tengah dievaluasi oleh pemerintah sebagai bagian dari upaya memperkuat armada tempur dengan harga yang lebih efisien namun tetap bertenaga tinggi.
Wakil Menteri Pertahanan Donny Ermawan Taufanto menjelaskan bahwa pihaknya masih melakukan proses evaluasi teknis dan negosiasi untuk memastikan kesesuaian dengan kebutuhan TNI AU.
“Kalau memang kita evaluasi, pesawat ini bagus, ya memenuhi kriteria yang kita tetapkan, apalagi harganya murah, ya kenapa tidak,” ujar Donny.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menyatakan bahwa pesawat tersebut kemungkinan besar akan diuji coba dalam waktu dekat.
“Sebentar lagi (J-10C) terbang di Jakarta,” katanya di Kantor Kemenhan.
Meski belum ada pengumuman resmi mengenai kontrak final atau jadwal pengiriman, sinyal kuat dari pemerintah menunjukkan bahwa J-10C menjadi kandidat potensial bagi TNI AU.
Pesawat ini memiliki panjang 16,9 meter, rentang sayap 9,7 meter, dan didukung mesin WS-10B turbofan dengan kemampuan thrust vectoring. Kecepatannya dapat mencapai 2.400 km/jam, dengan jangkauan tempur sekitar 1.850 km.
J-10C dilengkapi radar AESA (Active Electronically Scanned Array) serta sistem peperangan elektronik modern. Untuk persenjataan, jet ini membawa rudal udara-ke-udara jarak jauh PL-15, rudal PL-10, dan bom berpandu presisi.
Kombinasi tersebut menjadikan J-10C sebagai salah satu pesawat dengan keseimbangan ideal antara kecepatan, kemampuan manuver, dan daya serang.
Airbus A400M, Penguatan Mobilitas Udara TNI AU
Selain memperkuat lini tempur, TNI AU juga akan menambah kemampuan logistik melalui kedatangan Airbus A400M, pesawat angkut berat berteknologi tinggi dari Eropa.
Pesawat pertama dijadwalkan tiba di Indonesia pada 3 November 2025 dan akan diserahkan secara resmi di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.
Kadispenau Marsma TNI I Nyoman Suadnyana menjelaskan:
“Tanggal 3 November (tiba). Nanti penyerahan dari Menhan ke pihak TNI AU di Lanud Halim Perdanakusuma,” ujarnya .
Sebanyak 22 personel TNI AU telah dipersiapkan untuk mengoperasikan pesawat ini. Airbus A400M memiliki panjang 45,1 meter, lebar sayap 42,4 meter, dan tinggi 14,7 meter. Kecepatan maksimum pesawat mencapai 780 km/jam dengan daya jangkau hingga 8.900 km nonstop.
Kapasitas angkutnya mencapai 37 ton, memungkinkan pembawaan 116 prajurit bersenjata lengkap atau dua helikopter ringan. Selain berfungsi sebagai pesawat transportasi militer, A400M juga mampu melakukan pengisian bahan bakar di udara (air refueling).
Dengan kemampuan multifungsi tersebut, A400M akan memperkuat operasi logistik, misi kemanusiaan, dan evakuasi di wilayah kepulauan terpencil, sekaligus mendukung operasi militer non-perang (OMSP).
Arah Baru Kemandirian Pertahanan Udara Nasional
Kehadiran ketiga alutsista ini bukan sekadar pembaruan peralatan, tetapi juga mencerminkan arah strategis pemerintah dalam membangun pertahanan udara yang mandiri, modern, dan terintegrasi.
Modernisasi TNI AU diharapkan tidak hanya meningkatkan kemampuan tempur, tetapi juga memperkuat aspek mobilitas, intelijen, dan logistik, yang semuanya merupakan faktor kunci dalam menjaga stabilitas keamanan nasional.
Langkah ini sekaligus menandai keseriusan pemerintah dalam menyeimbangkan kerja sama internasional dengan pengembangan industri pertahanan dalam negeri.
Dengan kedatangan Rafale pada 2026, Airbus A400M pada November 2025, dan kemungkinan bergabungnya J-10C, TNI AU akan memiliki armada udara yang mumpuni di kawasan regional.
Ketiganya akan menjadi simbol kekuatan sekaligus representasi dari transformasi pertahanan Indonesia menuju masa depan yang lebih tangguh dan mandiri.