JAKARTA - Tekanan pada industri hulu migas semakin berat akibat penurunan produksi secara alamiah.
Untuk menghadapinya, PT Pertamina (Persero) melalui Pertamina Hulu Rokan (PHR) mengandalkan kecerdasan buatan (AI) guna menjaga kinerja tetap optimal.
Di Wilayah Kerja (WK) Rokan, teknologi real-time yang dioperasikan di Digital & Innovation Center (DICE) Rumbai, Pekanbaru, kini menjadi “otak” yang memantau, mengolah, dan memberi rekomendasi atas data ribuan sumur minyak agar penurunan produksi yang diprediksi bisa ditekan seminim mungkin.
Operation Head Subsurface Development & Planning Zona Rokan, Mochamad Taufan, menjelaskan bahwa DICE berperan sebagai pusat kendali analisis data terintegrasi untuk semua aktivitas hulu migas mulai dari pengeboran, produksi, hingga distribusi.
“DICE membantu mengintegrasikan data-data terutama dari sumur yang jumlahnya ribuan sehingga bisa diolah menjadi suatu rekomendasi secara cepat dan tepat dengan menggunakan AI,” kata Taufan.
Dari Penurunan 11% Menjadi Nol Persen
Sebelum alih kelola ke PHR, WK Rokan menghadapi penurunan produksi sekitar 11% per tahun. Namun dengan penggunaan digitalisasi dan AI melalui DICE, PHR mengklaim berhasil menahan laju penurunan tersebut, bahkan mencapai nol persen.
Ini berarti produksi tidak lagi menurun secara signifikan, sebuah prestasi krusial di industri yang sering dihadapkan pada fenomena "decline rate" sumur.
DICE sendiri dilengkapi dengan 66 layar yang menampilkan data dalam format dashboard digital. Layar-layar ini memvisualisasikan aktivitas pengeboran, jadwal terintegrasi (Integrated Drilling Schedule), perawatan peralatan, dan pemantauan produksi semua dalam satu ruang kendali.
Melalui fasilitas ini, tim operasional dapat merespon kondisi lapangan secara cepat dan akurat.
Cakupan Wilayah dan Intensitas Pengeboran
WK Rokan memiliki cakupan wilayah seluas 6.400 km², dengan sekitar 12.600 sumur aktif, 35 stasiun pengumpul, serta jaringan pipa sepanjang 13.200 km dan 500 km shipping line. Di wilayah sebesar itu, beban operasional dan kompleksitas teknis sangat besar.
Taufan menegaskan bahwa PHR melakukan pengeboran sumur pengembangan sekitar 500 sumur per tahun jumlah yang signifikan dalam konteks nasional. Bahkan lebih dari 50% pengeboran sumur pengembangan di Indonesia berada di WK Rokan, menunjukkan betapa pentingnya blok ini bagi produksi migas nasional.
Implementasi AI di Rokan merupakan bagian dari program Optimization Upstream (OPTIMUS) yang dijalankan oleh Subholding Upstream Pertamina.
Melalui program ini, PHR menargetkan efisiensi operasional hingga US$ 46 juta (sekitar Rp 762 miliar) pada akhir 2025 sebuah angka ambisius yang menggambarkan besarnya potensi penghematan berkat teknologi.
Kontribusi WK Rokan terhadap Produksi Nasional
Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, menambahkan bahwa WK Rokan menyumbang sekitar 26% dari total produksi minyak nasional.
Dengan angka setinggi itu, menjaga dan mengoptimalkan produksi di Rokan bukanlah tugas kecil melainkan sebuah keharusan strategis bagi ketahanan energi Indonesia.
Pemanfaatan AI di Rokan bukan hanya soal mempertahankan produksi, tetapi juga mengokohkan posisi PHR dan Pertamina sebagai operator unggulan dalam industri hulu migas nasional.
Apabila teknologi ini berhasil menjaga produksi dan menekan biaya, efeknya bisa terasa pada stabilitas pasokan minyak dan pengurangan beban impor energi.
Tantangan dan Harapan Teknologi dalam Industri Migas
Mengintegrasikan AI di lapangan migas bukan tanpa tantangan. Data sumur sangat beragam, kondisi geologi berbeda, serta infrastruktur di lapangan seringkali tersebar dan sulit dijangkau.
Namun, DICE dan sistem AI harus mampu menyerap variabel-variabel tersebut agar rekomendasi yang dihasilkan valid dan berdaya guna.
Selain itu, adopsi teknologi ini butuh dukungan SDM yang memiliki kapabilitas digital agar dapat memahami dan menjalankan interpretasi data dengan benar.
Manajemen juga harus berani berinvestasi dan menjaga sistem agar tetap berjalan reliabel di tengah tekanan operasional lapangan.
Jika berhasil, model semacam ini dapat menjadi contoh bagi blok-blok migas lainnya bahwa teknologi bukan hanya solusi masa depan, tetapi instrumen nyata untuk menjaga keberlanjutan produksi di ladang migas yang kian menua.
Dengan mengandalkan AI pada fasilitas Digital & Innovation Center (DICE), PT Pertamina Hulu Rokan menunjukkan bahwa teknologi dapat menjadi senjata ampuh dalam menahan laju penurunan produksi migas.
Dari penurunan rata-rata 11% per tahun, PHR berhasil mempertahankan produksi dengan laju nol persen sebuah capaian yang jauh dari kata mudah di industri migas.
Dalam cakupan WK Rokan yang luas dan kompleks, AI membantu memadukan data ribuan sumur menjadi rekomendasi cepat dan tepat, mendukung pengambilan keputusan yang lebih efisien.
Melalui program OPTIMUS, target efisiensi mencapai US$ 46 juta pun menjadi bukti ambisi teknologi sebagai tulang punggung operasional masa depan.
Jika semua elemen teknologi, manusia, manajemen risiko berjalan sinergis, transformasi digital di hulu migas bukan hanya impian, melainkan kenyataan yang memperkuat ketahanan energi nasional.