Cara Cerdas Memilih Asuransi Aman untuk Menghindari Risiko Gagal Bayar

Minggu, 14 Desember 2025 | 09:02:02 WIB
Cara Cerdas Memilih Asuransi Aman untuk Menghindari Risiko Gagal Bayar

JAKARTA - Maraknya kasus gagal bayar di industri asuransi menjadi peringatan serius bagi masyarakat untuk lebih berhati-hati sebelum membeli polis. 

Asuransi yang sejatinya berfungsi sebagai alat perlindungan keuangan justru dapat berubah menjadi sumber masalah ketika perusahaan tidak mampu memenuhi kewajibannya kepada nasabah. Situasi ini menuntut calon pemegang polis agar lebih kritis dan tidak hanya tergiur oleh promosi atau imbal hasil tinggi.

Kasus gagal bayar asuransi di Indonesia bukanlah hal baru. Beberapa perusahaan besar tercatat pernah mengalami masalah serupa dan meninggalkan kerugian besar bagi nasabah. 

Terbaru, Aliansi Korban WanaArtha Life menggelar aksi damai di Kedutaan Besar Amerika Serikat dan Kementerian Luar Negeri RI (Kemlu). Aksi ini dilakukan sebagai bentuk tuntutan keadilan atas kasus gagal bayar yang hingga kini belum sepenuhnya terselesaikan.

Seorang korban bernama Alim menyampaikan langsung aspirasinya kepada pemerintah agar kasus gagal bayar WanaArtha Life mendapat perhatian serius. Ia mengungkapkan bahwa proses hukum telah berjalan selama lima tahun, namun nasabah belum memperoleh kepastian pengembalian dana.

“Seharusnya, uang kita ini kita bisa belanja, kita bisa kasih sekolah anak, itu menambah pendapatan daerah dan pendapatan negara. Namun, kita diterkam, dirampok, uangnya dilarikan ke luar, negara kita rugi, kita jatuh miskin,” ujarnya.

Alim menyebutkan total korban pemegang polis mencapai sekitar 29 ribu orang dengan nilai kerugian hingga Rp15,9 triliun. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sendiri telah mencabut izin usaha WanaArtha Life pada 2023 lalu. Pencabutan ini tertuang dalam Surat Keputusan Pembatalan Surat Tanda Terdaftar di OJK kepada Akuntan Publik (AP) dan Kantor Akuntan Publik (KAP).

WanaArtha Life bukan satu-satunya perusahaan asuransi yang mengalami gagal bayar. Beberapa kasus lain juga terjadi pada Jiwasraya, Kresna Life, dan AJB Bumiputera 1912. Rentetan peristiwa tersebut menimbulkan pertanyaan besar di tengah masyarakat: bagaimana cara memilih asuransi yang aman agar tidak menjadi korban gagal bayar?

Memahami Risiko Gagal Bayar Asuransi

Gagal bayar dalam industri asuransi terjadi ketika perusahaan tidak memiliki kemampuan keuangan untuk memenuhi kewajiban kepada pemegang polis. 

Kondisi ini dapat disebabkan oleh pengelolaan dana yang buruk, investasi berisiko tinggi, hingga lemahnya tata kelola perusahaan. Bagi nasabah, dampaknya sangat besar karena dana yang seharusnya menjadi perlindungan justru tidak dapat dicairkan saat dibutuhkan.

Oleh karena itu, pemahaman dasar mengenai kesehatan keuangan perusahaan asuransi menjadi hal yang wajib dimiliki sebelum membeli polis. Kesadaran ini penting agar keputusan yang diambil benar-benar berdasarkan pertimbangan rasional, bukan sekadar janji keuntungan.

Perhatikan Risk Based Capital (RBC)

Perencana keuangan dari Advisor Alliance Group (AAG) Dandy mengatakan bahwa sebenarnya cukup mudah memilih asuransi agar terhindar dari kasus gagal bayar, karena rata-rata perusahaan asuransi sudah berdiri cukup lama. Salah satu indikator yang bisa dilihat adalah risk based capital (RBC).

RBC merupakan indikator kesehatan keuangan perusahaan asuransi berdasarkan risiko yang mereka tanggung. RBC menunjukkan apakah perusahaan memiliki modal yang cukup untuk menutup berbagai risiko, seperti klaim, investasi, dan kewajiban lainnya. 

Di Indonesia, OJK menetapkan batas minimal RBC sebesar 120 persen. Artinya, perusahaan wajib memiliki modal setidaknya 20 persen lebih besar dari total risiko yang ditanggung.

“Contoh kalau ada RBC perusahaan asuransi 600 persen maka perusahaan tersebut akan bisa membayarkan total klaim seluruh nasabah ketika semua nasabah klaim di saat bersamaan sebanyak 6 kali jumlah klaim yang harus dia bayarkan,” katanya.

Meski demikian, Dandy mengingatkan bahwa nilai RBC juga perlu dilihat secara menyeluruh. Ada kemungkinan perusahaan memiliki RBC tinggi karena jumlah polis nasabahnya belum terlalu besar. Oleh sebab itu, RBC sebaiknya dijadikan salah satu indikator, bukan satu-satunya dasar pengambilan keputusan.

Sementara itu, Perencana Keuangan dan Founder Rekadana Rina Dewi Lina menyarankan agar masyarakat memilih perusahaan asuransi dengan RBC di atas 250 persen. Menurutnya, angka tersebut mencerminkan kondisi keuangan perusahaan yang relatif lebih sehat.

“Asuransi jiwa dibeli untuk melindungi keluarga dari kerugian finansial dari kematian dini, cacat ataupun karena penyakit kritis yang bisa menyebabkan kebangkrutan sebuah keluarga. Oleh karena itu, jangan asal dalam menentukan,” ujar Rina.

Lakukan Riset Sebelum Memilih Asuransi

Selain memperhatikan RBC, riset mendalam juga menjadi langkah penting sebelum menentukan perusahaan asuransi. Dandy menekankan bahwa perusahaan asuransi harus terdaftar dan diawasi oleh OJK. Legalitas ini memastikan bahwa perusahaan berada dalam pengawasan regulator dan wajib mematuhi ketentuan yang berlaku.

Tak kalah penting, calon nasabah perlu memastikan agen asuransi yang menawarkan produk juga terdaftar secara resmi. Agen yang profesional biasanya mampu memberikan penjelasan komprehensif, termasuk manfaat, risiko, serta kecocokan produk dengan kebutuhan nasabah.

“Cek dan recheck lagi juga kalau diberikan informasi return yang cukup besar. Bisa juga dilihat dari laporan keuangan perusahaan asuransi, seberapa besar dan stabil grup perusahaan asuransi tersebut,” katanya.

Laporan keuangan dapat memberikan gambaran mengenai kinerja perusahaan, stabilitas modal, serta konsistensi bisnis dalam jangka panjang.

Jangan Tergiur Imbal Hasil Tinggi

Perencana Keuangan Mitra Rencana Edukasi (MRE) Mike Rini Sutikno mengingatkan masyarakat agar waspada terhadap asuransi yang menjanjikan imbal hasil jauh di atas rata-rata pasar, khususnya pada produk asuransi yang mengandung unsur investasi.

“Kalau kita diiming-imingi oleh asumsi tingkat investasi yang lebih tinggi dari pasarannya, itu sudah merupakan lampu kuning ke arah lampu merah itu buat kita,” katanya.

Ia menjelaskan bahwa dalam pembelian polis asuransi, biasanya terdapat ilustrasi perhitungan imbal hasil yang bersifat konservatif, moderat, dan agresif. Nasabah seharusnya memilih sesuai dengan profil risiko dan kemampuan finansial.

“Jadi kalau dia mengiming-imingi imbal hasil lebih tinggi dari pasar nah itu menurut saya sudah lampu merah begitu. Jadi sebaiknya kita hindari perusahaan asuransi yang seperti itu,” jelasnya.

Cermat Menentukan Uang Pertanggungan

Selain memilih perusahaan yang sehat, penentuan uang pertanggungan juga tidak boleh dilakukan secara asal. Rina menjelaskan bahwa uang pertanggungan merupakan dana yang akan diterima ahli waris untuk menggantikan penghasilan yang hilang atau menutup biaya besar akibat risiko yang terjadi.

Menurutnya, terdapat dua metode yang dapat digunakan. Metode pertama adalah menghitung uang pertanggungan sebagai pengganti penghasilan keluarga. Besarannya dihitung dari total pengeluaran satu tahun, termasuk cicilan dan utang, lalu dikalikan sepuluh tahun.

“Misalnya pengeluaran setahun Rp200 juta, sebaiknya uang pertanggungan Rp200 juta dikali 10 tahun, jadi Rp2 miliar,” katanya.

Metode kedua adalah menjadikan uang pertanggungan sebagai modal dasar untuk menghasilkan pendapatan bulanan, misalnya melalui obligasi. 

“Sebagai contoh, setahun pengeluaran Rp200 juta. Kalau obligasi memberikan hasil setahun 5 persen, maka uang pertanggungan Rp200 juta dibagi lima persen, menjadi Rp4 miliar,” terangnya.

Dengan memahami berbagai aspek tersebut, masyarakat diharapkan dapat lebih bijak dan aman dalam memilih asuransi, sehingga tujuan perlindungan keuangan benar-benar tercapai tanpa risiko gagal bayar.

Terkini